PT Dharma Inti Bersama Diduga Cemari Laut dan Coba Suap Wartawan, Pengamat Hukum: Ini Pelanggaran Serius
Mediapertiwi,id,Kayong Utara-KalBar-Dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Dharma Inti Bersama yang berlokasi di Pulau Penebang, Desa Pelapis, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat, kembali menjadi sorotan setelah mencuat di sejumlah media nasional dan lokal beberapa hari terakhir. Perusahaan ini diduga membuang limbah secara ilegal ke laut berdasarkan laporan masyarakat nelayan setempat.
Peristiwa ini tidak hanya mengundang keprihatinan publik, tetapi juga menuai dugaan tindakan intimidasi terhadap kebebasan pers. Salah satu tim investigasi gabungan awak media yang mengungkap kasus ini menyebut bahwa pihak perusahaan sempat menghubungi mereka dan meminta agar pemberitaan dihapus, dengan iming-iming sejumlah uang.
“Ini bentuk dugaan suap yang sangat serius. Kami tidak hanya menyelidiki dugaan pencemaran laut, tapi sekarang juga menyangkut dugaan upaya membungkam media,” ujar salah satu jurnalis investigasi yang terlibat, yang meminta identitasnya tidak disebut demi alasan keamanan.
Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik dan pakar hukum, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran hukum yang tidak bisa ditoleransi. Kepada awak media, Minggu (6/4), Dr. Herman menegaskan bahwa tidak ada satu pihak pun yang dapat memaksa media untuk menghapus pemberitaan yang sah secara hukum.
“Itu jelas perbuatan melawan hukum. Media memiliki otonomi redaksional dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya.
Menurut Dr. Herman, UU Pers menjamin kebebasan jurnalistik dan melindungi wartawan yang menjalankan tugas secara profesional. Tekanan, intimidasi, maupun upaya menyuap media untuk menurunkan berita bukan hanya menciderai kebebasan pers, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
“Media tidak bisa ditekan, apalagi dengan cara-cara yang melanggar hukum. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, UU Pers sudah menyediakan mekanisme yang jelas melalui Hak Jawab dan Hak Koreksi,” terang Dr. Herman.
Ia juga menjelaskan bahwa jika terjadi kesalahan dalam pemberitaan, media wajib melakukan koreksi atau pencabutan secara etis dan bertanggung jawab. Namun hal itu hanya bisa dilakukan atas dasar fakta, bukan tekanan atau kepentingan sepihak.
Pasal 5 UU Pers secara tegas mengatur kewajiban media untuk melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi. Jika dilanggar, Pasal 18 ayat (2) menyebutkan adanya ancaman pidana denda terhadap badan hukum pers.
Lebih jauh, Pasal 8 UU Pers juga memberikan perlindungan hukum kepada wartawan selama mereka bekerja sesuai dengan ketentuan undang-undang dan Kode Etik Jurnalistik. Namun, perlindungan ini tidak berlaku bagi wartawan yang menyalahgunakan profesinya.
“Profesionalisme adalah fondasi utama. Perlindungan hukum tidak akan berlaku jika wartawan melanggar kode etik atau melangkah di luar ranah jurnalistik,” tambah Dr. Herman.
Kasus dugaan pencemaran laut oleh PT Dharma Inti Bersama kini mendapat perhatian luas, termasuk dari aktivis lingkungan dan masyarakat nelayan. Mereka menuntut investigasi menyeluruh terhadap dampak limbah terhadap ekosistem laut dan keberlangsungan hidup nelayan.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari manajemen PT Dharma Inti Bersama terkait dugaan pembuangan limbah maupun dugaan upaya suap terhadap awak media.
Masyarakat dan pegiat lingkungan mendesak pemerintah daerah dan instansi penegak hukum untuk segera turun tangan, menyelidiki fakta lapangan, dan memastikan bahwa tindakan tegas diberikan kepada pihak yang terbukti melanggar hukum.
Sumber : Dr Herman Hofi Munawar Law.
Editor/ Gugun.
Post a Comment