IMO Indonesia : Permintaan Maaf Ajudan Kapolri Itu Tidak Cukup Hukum Harus di Tegakan
Mediapertiwi,id,Jakarta-Miris, Ajudan Kapolri, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Endri Purwa Sefa minta maaf kepada para korban dan masyarakat pers Indonesia sehari usai kasari beberapa wartawan di Stasiun Tawang, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Permintaan maaf atas perbuatan tidak humanis Ipda Endri saat mendampingi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo meninjau situasi arus balik Lebaran pada Sabtu (5/4/2025) sore itu pun sudah dikabulkan korban.
Namun, para korban dan segenap masyarakat pers Tanah Air yang sudah terlanjur meradang oleh insiden itu terlihat bakal terus menagih janji Kapolri menindak tegas pelaku, sebagai bukti konkret hubungan baik institusi dengan pers selama ini.
Ikatan Media Online (IMO) Indonesia secara tegas mengecam aksi kekerasan Ipda Endri terhadap para pewarta di Semarang.
Ketua Umum IMO-Indonesia Yakub F Ismail mengatakan, pihaknya tetap menunggu janji Kapolri mengusut tuntas dan transparan kasus tersebut, agar hubungan Polri dan masyarakat pers tetap terpelihara baik.
Dia menilai, tindakan pelaku jelas mencederai azas kemerdekaan pers yang dilindungi Undang-Undang (UU). Pelaku yang terbukti bersalah pantas dihukum, dan janji tindakan tegas dari Kapolri patut didukung.
"Sebagai insan pers, saya tentu menyesalkan aksi itu. Bagi saya ini satu aksi yang tidak semestinya terjadi, apalagi dilakukan seorang ajudan Kapolri," ujar Yakub di Bilangan, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Merujuk UU Pers yang menjadi payung hukum profesi jurnalis, Yakub menegaskan bahwa tidak ada satupun yang boleh menghalangi proses peliputan, pengambilan data, informasi dan sebagainya. Apalagi sampai melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
Sebelumnya, Ipda Endri Purwa Sefa dikecam keras usai pukul dan intimidasi sejumlah wartawan saat meliput giat kapolri memantau situasi arus balik Lebaran di Stasiun Tawang, Kota Semarang, Jateng.
Dugaan pelanggaran terhadap UU 40/1999 tentang Pers yang berisiko pidana itu terjadi pada Sabtu (5/4) sore.
Insiden bermula ketika Kapolri menyapa seorang calon penumpang disabilitas di kursi roda. Saat bersamaan, sejumlah wartawan bersama petugas Humas dari berbagai instansi mendokumentasikan momen itu dari jarak aman.
Ipda Endri tiba-tiba memaksa para wartawan mundur dengan cara mendorong kasar.
Dia bahkan mengejar seorang pewarta foto Kantor Berita Antara, Makna Zaezar yang sudah menjauh ke area peron. Ipda Endri memukul kepada Makna.
Kemudian, pria berbaju biru muda itu melontarkan ancaman verbal kepada para wartawan lain, "kalian pers, saya tempeleng satu-satu," hardiknya.
Beberapa wartawan lain mengaku alami perlakukan serupa, mulai dorongan kasar, intimidasi fisik, hingga cekikan.
Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang menilai, kekerasan itu menimbulkan trauma dan luka emosional serta meningkatkan rasa tidak aman pers di lingkungan kerjanya.
Dua organisasi ternama itu berpendapat, tindakan oknum merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang berisi larangan menghalang-halangi tugas jurnalis.
Menyikapi insiden itu, PFI dan Aji Semarang mengeluarkan lima poin pernyataan resmi, meliputi: Mengecam keras tindakan kekerasan oleh ajudan Kapolri kepada jurnalis serta seluruh bentuk penghalangan kerja jurnalistik.
Kedua, menuntut agar pelaku menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
PFI dan AJI Semarang mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk memberikan sanksi tegas kepada anggota yang terlibat kekerasan tersebut.
Keempat, mendorong institusi Polri agar bersedia belajar dan tidak mengulangi kejadian serupa.
Terakhir, dua organisasi itu mengajak media, organisasi jurnalis, serta masyarakat sipil untuk turut mengawasi dan mengawal kasus ini hingga tuntas.
Pernyataan itu ditandatangani Ketua PFI Semarang, Dhana Kencana, dan Ketua Divisi Advokasi AJI Semarang, Daffy Yusuf.
Sumber : DPP IMO Indonesia .
Post a Comment