Seruan Transparansi dalam Kasus Pemerkosaan dan Penculikan di Wonogiri
Mediapertiwi,id,Wonogiri-Kasus dugaan pemerkosaan, perampasan aset, penculikan, dan ancaman pembunuhan yang melibatkan seorang ayah tiri berinisial N dan pengacara JM terus menarik perhatian publik. M. Ridho, perwakilan Dewan Perwakilan Pusat Forum Reporter dan Jurnalis Republik Indonesia (FRJRI), mengecam lambannya proses hukum yang dinilai kurang transparan, sehingga merugikan korban.
Perkembangan Kasus:Pada 31 Juli 2024, ibu korban, Y, diancam dibunuh oleh JM dan kelompoknya. Semua bukti terkait ancaman ini telah diserahkan ke Reskrim Polres Wonogiri, namun hingga kini belum ada tindakan yang signifikan. Meskipun kasus ini telah dilaporkan pada 20 Agustus 2024 dengan Laporan Polisi Nomor: LP/543/VI/2024/JATENG**, penanganan dari Polres Wonogiri masih dinilai lamban, dengan SP2HP yang baru diterima setelah beberapa kali didesak.
Pada 6 September 2024, pengacara korban, Darma S.H, mengirimkan surat resmi ke LPSK, namun hingga saat ini belum ada respons, yang memperparah kondisi psikologis korban dan menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum.
Keterlibatan Anggota Tidak Aktif Kopassus:Kasus ini menjadi semakin rumit dengan dugaan keterlibatan anggota tidak aktif Kopassus yang memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA). Meski bukan anggota aktif, kehadiran mereka dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang potensi penyalahgunaan wewenang dan intimidasi terhadap korban. Media seperti Tribun Jateng dan Radar Wonogiri turut menyoroti pentingnya penyelidikan lebih lanjut atas keterlibatan pihak-pihak ini.
Ancaman Pembunuhan dan Tekanan Psikologis:Ibu korban, Y, melaporkan telah menerima ancaman pembunuhan, menambah beban psikologis berat. Sebelum kasus ini terangkat ke publik, ancaman ini menunjukkan adanya upaya intimidasi terhadap korban. M. Ridho menegaskan bahwa media seperti Suara Merdeka juga telah mengangkat ancaman tersebut, menyoroti dampak signifikan terhadap korban.
Dugaan Rekayasa Kasus:Tatak, pihak pendukung terlapor, menyebut bahwa anak-anak korban bukan anak kandung dari pasangan Y dan Slamet Maryadi, yang menikah pada 2017. Pernyataan ini dinilai sebagai upaya rekayasa untuk mengalihkan perhatian dari substansi dugaan kejahatan.
M. Ridho meminta uji DNA untuk mengonfirmasi kebenaran klaim ini, seperti diberitakan oleh Radar Wonogiri yang turut menyoroti adanya potensi manipulasi fakta dalam kasus ini.
Pasal-Pasal yang Dilanggar:Berbagai pelanggaran hukum yang diduga terjadi dalam kasus ini meliputi:
-Pasal 81 dan 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang pemerkosaan anak di bawah umur, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
- Pasal 368 KUHP tentang perampasan aset, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
- Pasal 328 KUHP tentang penculikan anak, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.
- Pasal 335 KUHP tentang ancaman pembunuhan, dengan ancaman hukuman hingga 4 tahun penjara.
- Pasal 242 KUHP tentang manipulasi fakta, dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.
Ada Beberapa Media seperti, Kompas dan Media Indonesia juga menyoroti betapa pentingnya penegakan pasal-pasal ini untuk memberikan keadilan bagi korban.
Upaya Penculikan dan Trauma Psikologis:Pada 31 Juli 2024, anak korban hampir menjadi korban penculikan oleh JM dan empat anggota tidak aktif Kopassus. Keterlibatan mereka dengan menggunakan KTA Kopassus menimbulkan kekhawatiran akan adanya intimidasi terorganisir terhadap korban. CNN Indonesia dan Detikcom telah memberitakan dampak psikologis yang dialami oleh korban serta dugaan keterlibatan pihak-pihak berpengaruh.
Pentingnya Alat Bukti dan Tindakan Kepolisian:
M.Ridho menyatakan bahwa alat bukti visum dari RS Bayangkara seharusnya sudah cukup untuk pembuktian kasus ini. Ibu Y, ibu dari korban, menekankan bahwa kesediaan Dr. Dewi Polda dari RS Bayangkara untuk memberikan keterangan ahli dalam persidangan seharusnya dapat memperkuat bukti-bukti yang ada, untuk di persidangan menurut keterangan Darma S.H. kepada M. Ridho dan ibu korban, penyidik masih menunggu keterangan dari satu orang saksi yang belum juga diperoleh. Selain itu, hingga saat ini, terduga tersangka belum ditahan, yang menambah kekhawatiran terkait keadilan dalam kasus ini. M. Ridho mengungkapkan keprihatinannya atas lambannya proses penegakan hukum ini dan mendesak agar pihak kepolisian segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasi situasi tersebut.
M. Ridho menekankan pentingnya agar kasus ini segera dibawa ke persidangan. Harapan M. Ridho dan seluruh rekan serta media adalah agar proses hukum tidak berlarut-larut dan segera mendapatkan kejelasan. Keterlambatan dalam proses ini berpotensi merugikan korban lebih jauh, dan transparansi dalam proses hukum sangat penting untuk memastikan keadilan dapat ditegakkan dengan baik.
Diskusi M. Ridho dan Pengacara Darma S.H. tentang Saran Wakapolri :
Dalam diskusi antara M. Ridho dan pengacara Darma S.H, keduanya sependapat bahwa penanganan kasus ini harus mengikuti arahan Wakapolri Komjen Pol. Agus Adrianto, S.H., M.H. Dalam percakapan via WhatsApp, Komjen Pol. Agus Adrianto memperjelas sikapnya dengan tegas menyatakan, "Harus ditindak tegas sesuai UU PKS, tidak boleh diselesaikan dengan Restorative Justice (RJ)... harus sampai ke pengadilan." M. Ridho dan Darma S.H.sepakat bahwa kasus ini harus dilanjutkan hingga persidangan, guna memberikan keadilan bagi korban dan menghindari penyelesaian yang tidak memadai melalui jalur RJ. M. Ridho juga mengucapkan terima kasih atas arahan dan dukungan yang diberikan oleh Komjen Pol. Agus Adrianto, S.H., M.H.dalam percakapan tersebut.
Desakan Transparansi, Pengawasan Publik, dan Dukungan Media:
M. Ridho juga mengucapkan terima kasih kepada media-media yang selama ini mendukung dan mengawasi perkembangan kasus, termasuk Tribun Jateng, Suara Merdeka, Kompas, Radar Wonogiri, dan CNN Indonesia. Ia mengimbau agar media tetap aktif dalam mengawal kasus ini hingga tuntas, guna memastikan tidak ada manipulasi fakta atau tekanan terhadap korban dan keluarganya.
Menurut M. Ridho, dukungan dari media sangat penting untuk menegakkan keadilan dan memberikan tekanan yang diperlukan kepada pihak berwenang agar proses hukum berjalan dengan adil dan transparan.
Selanjutnya ia juga menegaskan bahwa pengawasan dari media dan masyarakat sangat diperlukan, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut kekerasan seksual dan perlindungan anak, agar tidak terjadi rekayasa atau intervensi yang merugikan korban. Ia juga berharap agar para jurnalis terus memberitakan perkembangan kasus ini secara objektif dan profesional, demi keadilan bagi para korban dan penegakan hukum yang lebih baik di Indonesia.(Sup) .
Post a Comment