Kasus Proyek Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa,BPK Disebut Terima Fee Rp10,2 Miliar.
Mediapertiwi,id,Jakarta-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyinggung nama “BPK” telah menerima biaya ikat janji atau commitment fee sebesar 1,5% atau Rp10,2 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa.
Seperti diketahui, JPU telah membacakan dakwaan terhadap tiga tersangka kasus pembangunan jalur KA Besitang-Langsa pada Senin lalu (15/7/2024) di PN Tipikor Jakarta Pusat.
Salah satu yang didakwa adalah Halim Hartono. Dia merupakan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa periode Agustus 2019–Desember 2022.
Dalam dokumen dakwaan JPU, Halim Hartono selaku terdakwa pada kasus itu telah menerima commitment fee sebesar 10% dari Sulmiyadi selaku pihak PT Agung-Tuwe JO. Dari jumlah tersebut, terdapat pembagian 1,5% untuk BPK.
“Pemberian uang dari Sulmiyadi [selaku pelaksana BSL-18] kepada Halim Hartono melalui Andri Fitra sebagai bentuk komitmen fee sebesar 10% dari nilai kontrak untuk Halim Hartono, sebesar 1,5% untuk Pokja, dan sebesar 1,5 % untuk BPK dengan total sebesar Rp10.250.000.000,” demikian terungkap dalam dokumen JPU.
Terkait hal ini, penasihat hukum (PH) terdakwa sempat melayangkan pertanyaan soal nama “BPK” yang dimaksud dalam dakwaan JPU Kejagung.
“Ini sedikit, majelis. Kami pertanyakan untuk halaman 42 poin nomor 27. Maksud BPK di sini apakah Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK apa? jangan disingkat gitu, mohon izin majelis. Karena BPK menerima uang di sini.
BPK nih Badan Pemeriksa Keuangan kah atau apa?” tanya PH di persidangan. Kemudian, JPU menyampaikan terkait nama BPK itu bakal dijawab saat terdakwa mengajukan eksepsi atau pembelaan atas dakwaan yang telah dibacakan.
“Mohon izin majelis. Sebaiknya dituangkan saja di eksepsi. Kalaupun terdakwa eksepsi, nanti akan kita jawab di eksepsi,” jawab JPU.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan kerugian negara sebesar Rp1,157 triliun dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan periode 2017-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyampaikan penetapan kerugian negara tersebut berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPKP per tanggal (13/5/2024).
“Berdasarkan laporan Hasil Audit Kerugian Negara yang dilakukan oleh BPKP 13 Mei 2024. Dengan total Kerugian Negara sejumlah Rp 1,15 triliun,” ujar Harli dalam keterangan, dikutip Rabu (3/7/2024).
Perinciannya, kerugian negara itu disebabkan oleh pekerjaan review design pembangunan jalur KA antara Besitang-Langsa sebesar Rp1,149 triliun. Selain itu, negara disebut mengalami kerugian sebesar Rp7,9 miliar pekerjaan review design pembangunan jalur Kereta Api antara Sigli – Bireuen – dan Kuta Blang – Lhoksumawe – Langsa Besitang TA 2015.
Di samping itu, Harli menyampaikan tim penyidik Jampidsus telah menyita 36 bidang tanah milik tujuh tersangka yang tersebar di Aceh, Medan, Jakarta, dan Bogor.
“Total luas 36 bidang tanah 1.6 hektar yang akan digunakan untuk kepentingan pembuktian hasil kejahatan dan pemulihan kerugian negara,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalur KA ini.
Di antaranya, NSS dan AGP selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain NSS dan AGP, Kejagung juga telah menetapkan tersangka sekaligus menahan keempat pihak lainnya, yakni HH dan AAS selaku Pejabat Pembuat Komitmen, RMY sebagai Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi pada 2017, AG selaku konsultan sekaligus direktur di PT DYG dan FG dari pihak swasta.
Di samping itu, proyek tersebut dinilai tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan secara teknis. Pasalnya, proyek ini tidak dilakukan feasibility study (FS) atau studi kelayakan serta penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan.(*) .
Post a Comment