News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kenangan Bersama Yayan Ramlan, Aktivis, Seniman Yang Gigih Berjuang

Kenangan Bersama Yayan Ramlan, Aktivis, Seniman Yang Gigih Berjuang

 

Oleh:Jacob Ereste 

Mediapertiwi,id-Sebagai seniman yang cukup kreatif, almarhum sudah menciptakan sejumlah lagu perjuangan yang memptivasi kaum pergerakan khususnya di Jakarra. Meski tak jarang pula beliau ngluruk ke berbagai daerah komplik, seperti Medan, Sumatra Utara yang tengah biasa, karena para aktivis masjid di suatu tempat sedang menghadapi tekanan dari berbagai pihak,hanya karena ingin membangun masjid itu lebih bagus dengan berbagai aktivitas sosialnya untuk warga masyarakat. 

 Sebagai seniman musik --yang sesekali juga berpuisi -- Yayan Ramlan lebih dikenal dengan julukan Yayan 2M. Makna dari 2M itu sendiri artinya "matur nuwun" alias terima kasih, karena penampilannya meski dalam hajat yang terbilang besar dia nysris tidak pernah dibayar. Padahal, penghasilannya sehari-hari hanya dari beemusik itu.

Inilah gambaran nyata dari masyarakat kita yang belum bisa menghargai profesi kerja di negeri ini. Kesadaran budaya ekonomi kita masih jeblok. Termasuk pekerjaan seorang penulis yang selalu diminta gratisan.

Lalu dimana kesadaran dan pahaman terhadap pengertian sesama manusia yang juga membutuhkan finansial untuk sekedar bertahan hidup agar tidak mati kelaparan ?

Kepergian almarhum menuju pangkuan Illahi Rabbi pekan kemarin itu realitas nyata yang membuktikan tragika hidup seseorang ketika tidak cukup memiliki finansial yang memadai, sehingga sekedar untuk memberi penghormatan terakhir pada kepergian alnarhum nyaris tidak ada satu pun sahabat dan kerabatnya yang mengampai rasa bela sungkawa, untuk sekedar mengingat sedikit perbuatan baik yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena almarhum Yayan Ramlan -- yang saya kenal sejak reformasi meledak tahun 1998 -- dia mulai aktif di berbagai forum dan hampir semua aktivitas kaum pergerakan di Indonesia.

Sebutlah Komumitas Guntur 49, Menteng Jakarta Pusat yang dibesut dengan gigih oleh Prof. Dr. Sri Bintang Pamungkas, atau Loutze yang dibina oleh Dokter Harimam Siregar yang terkenal sebagai kawah candradimuka bagi mahasiswa Indonesia yang berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia untuk sekedar "ngangsu kauruh" agar setelah selesai belajar di perguruan tinggi tidak terus pasrah untuk menjadi skrup kapitalis. 

Begitu juga kiprahnya Yayan Ramlan di Komunitas Jati Negara yang diasuh Ustad Fikri Thalib, termasuk akfivitas Yayan Ramlan di Klinik Hukum Merdeka yang dibagun dan disponsori secara pribadi oleh Benny Akbar Fatah (almarhum),  atau di Fordem ( Forum Demokrasi) yang dikelola oleh para aktivis senior yang bermarkas di  Jalan Veteran 1 No. 24 Jakarta Pusat.

Pendek kata menurut saya yang intens bersama almarhum Yayan Ramlan di Gonas yang dikelola Egy Sabri di Kawasan Setiabudi Jakarta Selatan termasuk di Posko Merdeka di Pasar Mencos yang dikelola oleh Hikmat Subawinata, nama Yayan 2M jauh lebih dikenal karena selalu  melantunkan lagu perlawan yang sangat populer berjudul "Revolusi Sampai Mati". Artinya, setelah kematiannya beberapa hari lalu, gerakan dan semangat untuk melakukan revolusi di Indonesia harus terus berjalan. Sebab banyak perubahan yang perlu dilakukan dalam waktu yang sangat mendesak.

Seingat saya, pergaulan kami mulai berkelindan pada wilayah yang sama namun berada pada kapling yang berbeda justru membuat kemesraan yang mungkin tidak sempat dinikmati oleh banyak orang. Minimal, hasratnya untuk mengajak saya bermalam serta memperkenalkan kepada seluruh anggota keluarganya merupakan pengalaman spiritual yang tak mungkin dilupakan. Apalagi saat menikahkan anak sulung lekakinya, saya dan beberapa kawan lainnya mendapat perlakuan istimewa dari almarhum serta seluruh anggota keluarganya yang hingga kini menempati rumah petak di Parung Panjang, Tangerang Selatan.

Jadi bisa segera dibayangkan, ketika Yayan Ramlan harus mengikuti sekaligus mengisi acara aksi, demo atau seminar serta dialog di Jakarta, almarhum harus telaten mengendalikan sepeda motor bututnya yang lebih dominan mogok, sehingga acapkali harus dia tinggal di Markas Guntur 49, atau di stasiun kereta terdekat.

Tragika kisah almarhum layak menjadi cermin diri kaum aktivis yang sesungguhnya tidak memiliki apa-apa kecuali kesetiaan terhadap dirinya sendiri dan konsisten pada apa yang hendak diperjuangkan. Maka itu, ketika guitar listrik butut kesayangannya hilang di Guntur 49, saya nyaris kehilangan nafas karena merasa seluruh persendian tubuh seperti dibotot oleh sesuatu yang gaib. Sehingga saya merasa perlu untuk menghibur diri, itu semua saya klaim saja sebagai reaksi dari kepekaan spiritual saya yang berlebihan. Hikmahnya, ketika berita kehilangan gitar listriknya itu menebar penjuru jagat, aktivis Lius Sunkrarisma (almarhum) pun tergugah -- padahal dia Cina lho -- untuk mempersilahkan Yayan Ramlan memesan gitar pengganti yang terbaik, meski tidak yang paling mahal harganya untuk dibayar kontan oleh Lius Sunkarisma dengan sejumlah bonus tambahan yang tak perlu saya sebutkan bentuk dan jumlahnya.

Artinya, diantara ketidak pedulian sesama aktivis masih ada diantaranya hati yang terketuk memberi perhatian dan kepedulian sesama pejuang yang masih banyak memerlukan perhatian dari sesama aktivis lain yang terbilang berkecukupan. Maka itu, gagasan  saya untuk menulis buku bagi para aktivis yang telah wafat itu penting dilakukan, setidaknya pada saat 40 hari peringatan waktu wafatnya. Sebab hanya dengan begitu etos atau semangat yang gigih dari yang bersangkutan perlu dikenang perjuangannya, sekecil apapun.

Gagasan menulis buku untuk para aktivis yang telah mendahului kita yang pergi kehariban Allah SWT, merupakan penghormatan sekaligus penghargaan yang patut dilakukan sebagai tradisi dalam usaha membangun budaya untuk menghargai dan menghormati sesama pejuang demokrasi.

Sejujurnya ide ini membersit, ketika menyaksikan kepergian sejumlah aktivis yang telah mendedikasikan diri sepenuh hati untuk bangsa demi negara.  Inspirasi membuat buku semacam kesaksian bagi almarhum, terbetik ketika Agus Santoso (Lenon) wafat. Meski ketika Dr. Efendi Harahap kemudian Doli Yatim gagasan itu cuna sebatas rencana belaka.

Biograpi serta kesan yang ditulis oleh rekan-rekan aktivis yang masih hidup untuk rekannya yang telah tiada, dapat menjadi batu nisan kesaksian ketika hasrat untuk ziarah ke makam yang bersangkutan lewat biografi dan beragam kesan mapun pesan rekan-rekannya yang masih hidup untuk tetap gigih tangguh dan konsisten dengan tata etika, moral dan akhlak yang mulia sebagai manusia yang mengemban wakil Tuhan di bumi.

Kesaksian untuk almarhum Yayan Ramlan ini pun, saya harapkan bisa menebus rasa dari  ketidakberdayaan saya untuk berbuat yang terbaik bagi almarhum yang pernah mengisi celah dalam derap perjuangan untuk rakyat Indonesia agar dapat hidup lebih baik, paling tidak bisa mendapat perhatian dari berbagai pihak, utamanya kaum aktivis pergerakan di Indonesia. Bila semua perjuangan demi kebaikan itu tidak akan sia-sia. 

Balaraja, 18 Juni 2024

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment