Hukuman Mati Bagi Koruptor dan Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Aparatur Negara
Oleh Jakob Ereste
Mediapertiwi,-Janji Profesor Machfud MD kalau menjadi Presiden, hukuman mati bagi koruptor akan diberlakukan tanpa syarat dalam keadaan krisis. Jadi hukuman bagi koruptor tidak harus menunggu keadaan krisis.
Yang kedua, pembuktian terbalik. Jika seorang pejabat diduga memiliki harta berlebih yang tidak wajar, bisa diminta untuk membuktikan asal usul dari hartanya yang berlebihan itu. Jika tidak bisa membuktikan -- dalam waktu dua minggu dari dugaan kecurigaan itu, maka harta akan dirampas oleh negara dan yang bersangkutan harus dihukum.
Artinya, pernyataan keras Machfud MD yang telah dipublis secara meluas dari wawancara dengan televisi swasta itu beberapa tahun silam -- mengisyaratkan kesiapannya untuk maju sebagai calon Presiden Indonesia -- setidaknya melalui Pilpres 2024 yang akan segera berlangsung. Padahal, sebelumnya -- ketika Joko Widodo kembali maju pada periode ke dua ingin menjadi Presiden -- Machfud MD digadang-gadang sampai menit terakhir, hingga heboh karena kemudian pasangan Joko Widodo untuk maju pada Pilpres kemudian tiba-tiba berubah untuk menggandeng KH. Ma'ruf Amin.
Tak ada yang salah dengan janji Machfud MD itu, karena rakyat Indonesia sangat mendambakan tindak pidana korupsi segera dihentikan. Apalagi kemudian semakin menjadi-jadi di semua bidang dan sektor duit rakyat ditilep oleh mereka khianat pada rakyat untuk setia dan jujur dalam mengurus republik ini dengan baik.
Kesenjangan antara yang kaya dengan rakyat miskin semakin menjadi-jadi berikut kejumawahan pamer harta kekayaan tanpa rasa malu. Ini semua jelas akibat daya nalar dan intelektualitas abai pada etik profetik. Sehingga etika, moral dan akhlak mulia kemanusiaan jadi ambruk.
Oleh karena itu pilihan perjuangan para sahabat dan kerabat yang bergabung dalam GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) bersama Posko Negarawan merupakan jalan terbaik untuk mengembalikan harkat dan martabat manusia Indonesia yang terlanjur mabuk material hingga makin abai pada tuntunan spiritual.
Sejumlah kaum intelektual pun tak berdaya, apalagi bagi mereka yang tidak bernyali -- atau cuma ingin mencari aman -- seperti tiada gunanya bagi negeri kita ini. Karena pembiaran yang dilakukan adalah sikap tercela yang juga tidak bermoral.
Tindak kejahatan yang terjadi akibat dari sikap abai pada etik profetik yang menjadi dasar utama ajaran dan tuntunan agama. Karena itu, GMRI telah berupaya maksimal menggugah seluruh tokoh agama, pada akademisi dan kaum pergerakan dari berbagai bidang serta profesi untuk secara bersama membangun kekuatan moral yang patuh pada etik profetik dalam memperkuat akhlak dengan segenap rasa tanggung jawab memperbaiki, menjaga dan memajukan negeri ini memasuki peradaban baru yang lebih beradab.
Kesombongan dan kepongahan harus segera ditinggalkan, untuk tidak pamer, tidak pula mentang-mentang serta dari rakyat yang memiliki kedaulatan sepenuhnya terhadap negeri ini seperti yang termaktub dalam UUD 1945 serta Pancasila yang menjadi pedoman bangsa dan telah disepakati juga sebagai ideologi negara.
Oleh karena itu, pemberlakuan hukum mati terhadap koruptor dan penyitaan aset atau kekayaan yang bersangkutan patut segera diberlakukan. Sehingga perilaku korup -- mulai dari jam kerja hingga harta kekayaan negara dan rakyat -- bisa segera dihentikan.
Transaksi janggal bernilai 394 triliun bisa terjadi, karena budaya korup telah menjadi prilaku yang dibiarkan berkembang oleh para pihak yang berwenang melakukan pencegahan. Persis seperti mavia narkoba dan perjudian yang terorganisir justru oleh para aparat penegak hukum yang wajib dan harus melakukan penindakan, tapi justru menjadi gembong utama pelakunya.
Puncak klimak dari titik nadir serupa itu, jelas sangat besar pengaruh psikologisnya bagi rakyat.
Kepercayaan rakyat terhadap aparat penegak hukum telah kandas habis, tak lagi tersisa. Industri hukum -- seperti yang diungkapkan Menko Polhukam -- semakin marak dijualbelikan mulai dari Parlemen hingga ruang pengadilan -- apalagi di tempat-tempat penyidikan. Maka itu, tindak pidana korupsi dan kejahatan yang dilakukan oleh aparatur negara patut diganjar hukuman maksimal. Jika tidak, rakyat pun akan menjadikan contoh ugal-agalan itu lebih parah dan gawat akibatnya dalam tatanan kehidupan berbangsa maupun bernegara.
Banten, 13 April 2023
Post a Comment