Hanya Vibrasi Spiritual Yang Mampu Mengetuk Pintu Langit
Oleh:Jacob Ereste
Mediapertiwi,id-Pengembaraan spiritual seorang sufi dari terminal yang satu menuju terminal yang lain bisa ditandai oleh tingkat kesabaran yang luar biasa, sehingga nyaris tidak dapat dipercaya oleh masyarakat umum. Kecuali itu sikap ugaharinya semakin melandai seakan sedang melewati ngarai mengasyikkan.
Dalam melakukan puasa pun seperti melakukan rekreasi spirutual, sehingga semua mampu disikapi dengan kesejukan seakan sedang berada di tepian danau yang jernih meniupkan angin yang sejuk.
Karena itu senyum yang selalu menyungging layak sedang mensyukuri AC alam milik Tuhan yang penuh rahmat. Begitulah ikhwal puasa yang dia nikmati dalam kesadaran untuk lebih menghormati mereka yang tidak berpuasa.
Karena sekarang, puasa bagi dirinya kini merupakan kenikmatan pribadi yang tidak layak mengusik suka cita orang lain. Begitulah pengembaraan spirutualnya yang terus melaju ke terminal berikut dengan penuh keriangan dan kegembiraan sambil menggunankan tembang langit yang mengetuk bumi.
Pada terminal berikutnya dia semakin percaya akan bersua malaikat yang menyapa penuh ramah, tak seperti negeri yang baru dia tinggalkan dalam suasana gaduh.
Dari kejauhan pun dia masih tetap mendengar negeri itu mulai rusuh. Semua orang mencari posisi terbaik sambil berupaya menyelamatkan diri. Tak sedikit pula justru yang mengambil kesempatan dalam kekacauan itu.
Sejenak ia tercenung berniat kembali, untuk sekedar ikut membenahi sisa-sisa kerusuhan yang mungkin masih bisa bermanfaat untuk orang lain. Sebab untuk bagi dirinya sendiri tiada lagi yang berarti, kecuali terus berjalan sebelum singgah di pemakaman yang sunyi.
Sungguh tak lagi ada kebisingan baginya, kendati sejarang dia tengah melintas di pasar tradisional yang cukup bersih dan teratur rapi dalam kesibukan transaksi yang begitu cepat dan tertib. Seakan ada keyakinan pada malaikat yang tak pernah luput melakukan pengawasan lebih pasti dibanding CCTV yang tak pernah mati.
Pada terminal terakhir sang sufi yang penuh optimistik itu merasa perlu untuk melakukan sholat. Diantara orang yang lain, ada yang coba menerka sholat apa gerangan yang tengah dia lakukan itu. Sebab waktu sholat sungguh sedang diantara dua waktu sholat wajib yang telah disepakati bersama Nabi saat melakukan isra' dan mi'rad dari bumi ke langit dalam waktu yang tak mampu dicerna oleh akal maupun pikiran seorang Profesor sekalipun, kecuali hanya melalui keyakinan dalam dimensi spiritual semata.
Pada posisi di terminal terdekat jalan menuju rumah Tuhan inilah, dia semakin percaya bahwa sesungguhnya seperti itulah ketidakberdayaan akal (intelektual) manusia ketika disandingkan dengan tinggi, dalam dan luas dimensi spiritual serta vibrasi religiusitasnya yang mampu mengetuk langit.
Banten, 15 Maret 2023
Post a Comment