Proyek Pembangunan Pasar Tempe Banyak Masalah, Kasusnya Sudah Ditangan Polda, BPKP. Dan LSM KiBar ➕Minta Ditangani Secara Serius
Mediapertiwi, co. Wajo--Hingga kini kekisruan proyek Pembangunan Pasar Tempe, yang terletak di kota Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan yang menelan anggaran lebih kurang Rp. 45 M dari nilai HPS yang tersedia Rp.56.678.841.600,88 yang sumber dananya dari APBN tahun anggaran 2020, yang dikerjakan oleh PT Delima Agung Utama.
Pembangunan proyek Pasar Tempe ini yang sementara berjalan, menuai sorotan tajam dari berbagai lembaga. Salah satu lembaga yang menyoroti yakni, Badan Pemantau Kebijakan Publik (BPKP) Kabupaten Wajo.
Sorotan terkait pembangunan Pasar Tempe tersebut yaitu terkait penggunaan material tiang pancang, yang sebelum digunakan atau terpasang diduga sudah mengalami keretakan, sehingga mutu material yang dipergunakan patut dipertanyakan.
Hal ini diungkapkan Tim Teknis Lembaga BPKP Wajo, NR Syam.
"Terkait penggunaan Tiang pancang beton (Conctrete Pile), pihak kami menyorot dimana ada beberapa tiang pancangnya di duga sudah mengalami keretakan, dan hal ini berdasarkan specifikasi teknik tentu tidak layak pakai, "kata Bang Ucok sapaan akbar NR Syam, kepada media ini Minggu (04-07-2021).
Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa selain beberapa keretakan pada tiang pancang beton tersebut, juga terlihat tidak menggunakan besi plat pada sambungan pada masing masing ujung tiang pancang beton, yang seharusnya ada karena untuk melakukan sambungan pada tiang pancang beton harus besi plat bertemu dengan besi plat yang akan di las.
Ditambahkannya bahwa, di lokasi Pembangunan Pasar Tempe ditemukan bahan tiang pancang beton yang bermerek SBP dengan ukuran (30x30x 600) cm, terkait penggunaan tiang pancang beton dipertanyakan produk tersebut apa sudah memiliki sertifikasi, seperti halnya produk yang lain yang sudah mengantongi sertifikasi mutu Konstruksi Beton berbasis ISO 9000.
Hal ini sangat penting, karena bangunan pasar tersebut selain bangunan berlantai lebih dari 1 (satu) lantai juga bangunan pasar ini berada dalam radius dekat aliran sungai, tentu Konsultan wajib memiliki dokumen hasil boring test Uji sondir (Soil Test) berapa kedalaman daya dukung tanah untuk menentukan panjang tiang pancang yang digunakan setiap titik dan dokumen perhitungan struktur sebagai bangunan publik yang nantinya banyak dikunjungi masyarakat, yang tentunya volume pembebanan konstruksi harus bisa dipertanggung jawabkan baik dari hasil perhitungan Konstruksi Konsultan Perencana, maupun Rekomendasi dari Tenaga Ahli Bangunan Gedung (TABG) yang sebelumnya dari pihak Pelaksana bermohon ke beberapa instansi terkait, sesuai PERMEN PUPR nomor 27/PRT/M/2018.
Untuk itu, lanjut Bang Ucok, hal ini harus melibatkan beberapa tenaga ahli, mulai dari Tenaga Ahli Arsitektur, Tenaga Ahli struktur banguan, Tenaga Ahli instalatur, Tenaga Ahli Lingkungan Hidup yang didukung oleh sertfikasi keahlian masing-masing, dan yang lebih awal perencanaan sebelum pelaksanaan fisik, banguna tersebut, apakah sudah pernah dilakukan uji publik yang dipresentasikan oleh Konsultan Perencana seluruh rencana gambar kerja termasuk beberapa sarana pendukung, mulai dari fasilitas parkir kendaraan, fasilitas pembuangan limbah cair dari losd basah dan limbah padat (sampah), fasilitas gardu listrik yang dapat dikontrol secara otomatis apabilah terjadi post majeure dan lebih utama adalah Sarana Penanggulangan bencana khusunya bencana Kebakaran karena tak jarang bangunan seluas lebih dari 1500 meter persegi rawan terjadi kebakaran
Sementara itu, penggunaan material alam dalam proses pembangunan Pasar Tempe diduga merupakan material yang ilegal. Pasalnya,
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun penggunaan material alam mulai dari kerikil, pasir hingga tanah timbunan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe berasal dari tambang galian C ilegal yang berada di Kabupaten Wajo. Apalagi memang tidak ada satupun tambang galian C yang di Kabupaten Wajo yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Menurut Andi Sumitro Ketua Lembaga BPKP Kabupaten Wajo, menuturkan bahwa, pembangunan Pasar Tempe itu menggunakan tanah timbunan yang berasal dari tambang yang tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Apabila perusahaan konstruksi yang menerima berbagai jenis material dari penambang ilegal untuk pembangunan proyek itu bisa dipidana sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. "tegas Andi Sumitro yang ditemui beberapa waktu lalu.
Secara terpisah LSM Kibar Indonesia Andi Germanto, SE, Yang Aktif Memantau Proyek Pekerjaan Pasar Tempe ini, mengatakan, meminta agar pihak Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani secara serius Kasus ini, proyek ini berasal dari uang Rakyat jadi kami akan kawal terus sampai proyek ini selesai.
Kasusnya Sudah Di Tangani Pihak Polda.
Sebagaimana yang di kutip dari (Liputan6.Com), Manajer Proyek Pembangunan Pasar Tempe, Guntur Kusnadi tidak memungkiri ihwal dugaan material alam ilegal yang digunakan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe. Namun Guntur mengatakan penimbunannya dilakukan oleh manajer yang menjabat sebelum dirinya.
"Ini pekerjaan sudah dari tahun lalu, bulan Oktober kontraknya. Jadi kan teman-teman di Wajo itu berani nimbun karena sudah ada kontrak. Tapi masalahnya PCM (Pre-Construction Meeting) belum mulai. Dan terjadi pergantian manajer, saya ini manajer pengganti," kata Guntur.
Guntur kemudian menjelaskan bahwa material alam yang digunakan bahwa seluruh material timbunan yang digunakan untuk proses pembangunan pasar tempe kemudian tidak terhitung lantaran ditimbun sebelum MC-0.
"Timbunan yang ada di lapangan itu tidak dihitung. Jadi yang terhitung itu setelah kita MC-0 pada bulan maret. Jadi PU tidak menghitung itu (timbunan sebelum MC-0)," jelasnya.
Piihak kontraktor pun mengaku mengalami kerugian karena hal tersebut. Kusnadi menuturkan bahwa anggaran yang digunakan untuk membayar timbunan tersebut pun tidak akan dibayar oleh negara.
"Jadi terjadi kerugian dari pihak kontraktor. Agunan yang ada tidak dibayar oleh negara. Kontraktor ini rugi sendiri karena menimbun sebelum MC-0, ini sama saja kontraktor yang nyumbang kepada negara. Saya sebagai manajer baru ini stres juga," keluhnya.
Kusnadi sendiri mengaku telah mendapatkan panggilan dari pihak kepolisian untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan material alam ilegal yang digunakan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe.
"Iya sudah (ada panggilan pemeriksaan dari pihak kepolisian). Tapi saya belum hadir, kalaupun saya hadir saya juga tidak memberikan apa-apa karena saya ini manajer pengganti," ucap dia.
Kusnadi mengaku hingga kini pembangunan pasar tempe baru rampung sekitar 10 persen saja. Padahal proyek ini sudah harus rampung sebelum 31 Desember 2021.
"Sejauh ini sudah rampung 10 persen, gara-gara lockdown sebelum lebaran, belum lagi banyak kendala lain termasuk persoalan administrasi. Padahal kami sudah harus rampung di bulan Desember 2021. Makanya sekarang ini kita aslinya mati-matian untuk menyelesaikan ini," dia memungkasi. (Tim).
Post a Comment